Laporan PRAKERIN


BAB I

PENDAHULUAN


A.    LATAR BELAKANG
Seiring perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam bidang kefarmasian tingkat kesadaran masyarakat dalam meningkatkan kesehatan juga semakin tinggi. Oleh karena itu telah menjadi tuntutan pula kemampuan dan kecakapan para petugas kesehatan dalam mengatasi permasalahan yang mungkin timbul dalam pelaksanaan pelayanan kefarmasian kepada masyarakat. Dengan demikian pada dasarnya kaitan tugas pekerjaan kefarmasian dalam melangsungkan berbagai proses kefarmasian bukan hanya sekedar membuat obat, tetapi juga harus menjamin serta meyakinkan bahwa produk kefarmasian yang diselenggarakan adalah bagian yang tidak terpisahnya dari proses penyembuhan penyakit yang diderita pasien. Mengingat kewenangan keprofesian yang dimiliki oleh pekerjaan kefarmasian, maka dalam menjalankan tugasnya harus berdasarkan prosedur-prosedur kefarmasian demi tercapainya produk kerja yang memenuhi: syarat ilmu pengetahuan kefarmasian, sasaran jenis pekerjaan yang dilakukan, serta hasil kerja akhir yang seragam tanpa mengurangi pertimbangan keprofesian secara pribadi (Nugraha, Sonna Cahyadi. 2011).
Pembangunan kesehatan sebagai bagian dari Pembangunan Nasional yang bertujuan untuk mempertinggi derajat kesehatan termasuk keadaan gizi masyarakat dan penyediaan obat-obatan. Rumah sakit, Puskesmas, Apotek, adalah salah satu sarana kesehatan yang berperan dalam rangka peningkatan kualitas dan taraf hidup serta kecerdasan dan kesejahteraan masyarakat pada umumnya (Anonim, 2011).
Praktek Kerja Industri (PRAKERIN) adalah suatu proses pembelajaran pada unit kerja secara nyata, sehingga peserta didik mendapat gambaran pelajaran dan pengalaman kerja secara langsung dan berhadapan langsung juga dengan masyarakatnya. Sebagai calon tenaga penunjang pada pelayanan kesehatan, peserta didik SMK Negeri 1 Amuntai Farmasi  diharapkan mengetahui berbagai kegiatan terpadu meliputi bidang produksi, distribusi, pelayanan dan pengawasan sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan lainnya termasuk penatalaksanaan administrasinya (Anonim, 2011).
Latihan keterampilan yang secara intensif diberikan di laboratorium sekolah diberikan sebagai dasar untuk bekerja di dunia usaha. Akan tetapi praktek kerja nyata keterampilan lain seperti pengendalian obat, penyuluhan obat, penerapan sikap yang baik sebagai tenaga kesehatan dan kemampuan untuk bekerjasama dengan tenaga kesehatan lain serta cara memecahkan masalah yang terjadi di lapangan dapat diperoleh dengan PRAKERIN (Praktek Kerja Industri). Untuk itu  Praktek Kerja Industri (PRAKERIN) merupakan cara terbaik untuk mendapatkan pengetahuan dan keterampilan yang belum di peroleh selama mengikuti pendidikan di sekolah (Anonim, 2011).
Farmasi (PHARMACON) berasal dari bahasa Yunani yang berartikan obat. Farmasi adalah ilmu yang mempelajari cara membuat, memformulasikan, menyimpan, dan menyelidiki setiap obat dan asisten apoteker adalah tenaga ahli yang mempunyai kewenangan dibidang kefarmasian melalui keahlian yang diperolehnya selama pendidikan di SMF (Sekolah Menengah Farmasi).  Sifat   kewenangan   yang   berlandaskan   ilmu   pengetahuan  ini memberikan semacam otoritas dalam berbagai aspek obat atau proses kefarmasian yang tidak dimiliki oleh tenaga kesehatan lainnya. Farmasi sebagai tenaga kesehatan yang dikelompokkan profesi, telah diakui secara universal. Agar dapat menyesuaikan dengan orientasi tersebut diatas Puskesmas Sungai Turak dan Apotek EFPE secara harus proaktif mendeteksi, memantau dan meningkatkan kesehatan tiap keluarga diwilayah kerjanya dan memberlakukan keluarga sebagai mitra pembangunan kesehatan. Mengupayakan pendekatan secara proaktif agar keluarga yang sehat agar tetap sehat dan mampu menyehatkan keluarga yang sakit.



Visi dan Misi SMK Negeri 1 Amuntai
1.      Visi SMK :
          Terwujudnya SMKN 1 Amuntai sebagai sekolah yang berstandar internasional.

2.      Misi SMK :
  1. Mempersiapkan tenaga kerja menengah profesional dan enterpreuneur yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.
  2. Menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan secara profesional yang berstandar internasional.
  3. Mempersiapkan tenaga kerja yang siap pakai dan enterpreuneur yang memiliki etos kerja yang tinggi, sesuai dengan perkembangan dunia usaha dan dunia industri.
  4. Meningkatkan kemampuan guru dan siswa dalam bidang teknologi informasi dan komunikasi (TIK) dan bahasa asing.
  5. Mengantisipasi setiap perubahan dalam rangka pembangunan pendidikan yang berkelanjutan.
  6. Meningkatkan kerja sama dengan dunia usaha dan dunia industri dalam memenuhi kebutuhan tenaga kerja ditingkat nasional dan internasional.
  7. Mempersiapkan lulusan SMK untuk melanjutkan pendidikan kejuruan kejenjang yang lebih tinggi.
  8. Meningkatkan 7K untuk menumbuhkan motivasi peserta didik belajar dengan baik dan mencintai serta memelihara lingkungan sekitar.
  9. Penyediaan sarana dan prasarana pendidikan yang memadai sesuai standar nasoinal pendidikan.
  10. Meningkatkan kesejahteraan baik tenaga pendidik maupun kependidikan.
  11. Pengembangan berkelanjutan dalam bidang SDM untuk meningkatkan mutu pelayanan kepada peserta didik. 
  12. Mengembangkan kemampuan  siswa / siswi SMK Negeri 1 Amuntai di bidang kesehatan khususnya jurusan farmasi.

B.    TUJUAN PRAKERIN (Praktek Kerja Industri)
1.       Tujuan umum
a.    Melaksanakan salah satu peran, fungsi, dan kompetensi Farmasi yaitu pelayanan kefarmasian meliputi identifikasi resep, merencanakan dan melaksanakan peracikan obat yang tepat.
b.    Memberikan kesempatan untuk beradaptasi langsung pada iklim kerja kefarmasian sebenarnya.
c.    Meningkatkan, memperluas, dan memantapkan keterampilan peserta didik  sebagai bekal memasuki lapangan kerja yang sesuai dengan kebutuhan program pendidikan yang ditetapkan.
d.   Memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mendapatkan pengalaman kerja secara langsung dan terpadu dalam melaksanakan kegiatan pada kefarmasian serta untuk memasyarakatkan diri pada suasana lingkungan kerja yang sesungguhnya.

2.    Tujuan khusus
a.    Untuk mengetahui mekanisme pengelolaan perbekalan farmasi khususnya di Puskesmas Sungai Turak dan Apotek EFPE.
b.    Untuk mengetahui peranan asisten apoteker dan apoteker di apotek dan di puskesmas.
c.    Agar peserta didik mampu memahami, memantapkan, dan mengembangkan pelajaran yang diperoleh di sekolah dan diterapkan di lapangan kerja.
d.   Meningkatkan citra dan kemandirian asisten apoteker.







C.    Manfaat  PRAKERIN (Praktek Kerja Industri)
a.       Menambah pengetahuan tentang pelayanan kefarmasian kepada                                                                             masyarakat secara langsung.
b.      Menambah wawasan kami mengenai nama, jenis obat yang sering beredar dimasyarakat.
c.       Menambah wawasan kami tentang berbagai macam segala bentuk tulisan dokter.
d.      Mengetahui bagaimana obat datang atau dari mana obat tersebut datang ke Puskesmas.
e.       Mengetahui bagaimana cara menyimpan dan menyusun obat dengan baik.
f.       Kami dapat membandingkan antara teori yang didapat di sekolah dengan  PRAKERIN (Praktek  Kerja Industri)  yang sebenarnya di Puskesmas dan Apotek.
g.      Kami dapat belajar bersosialisasi/berinteraksi dengan orang lain yang lebih berpengalaman dari pada kami seperti para pegawai Puskesmas Sungai Turak.
h.      Kami dapat belajar berinterkasi langsung dengan baik kepada pasien atau masyarakat secara langsung yang berkenaan seperti penyampaian obat, cara pakai obat itu sendiri, mendengarkan keluhan-keluhan yang disampaikan oleh pasien dan lain-lainnya.
i.        Dapat merasakan bagaimana sulitnya bekerja menjadi asisten apoteker itu sendiri dan dapat lebih teliti melakukan pekerjaan kefarmasian kedepannya.
j.        Belajar untuk lebih dapat bertanggung jawab atas kepercayaan yang telah orang lain berikan.
k.      Menambah wawasan, pengetahuan dan pengalaman kefarmasian serta aspek-aspek yang terkait di dalam bidang pekerjaan kefarmasian.
l.        Memperluas wawasan tentang sosialisasi interaksi terhadap tenaga kesehatan khususnya dan masyarakat pada umumnya.

BAB II

TINJAUAN UMUM


1.     Tinjauan Umum Puskesmas
A.   Pengertian Puskesmas
Puskesmas adalah organisasi kesehatan fungsional yang merupakan pusat pengembangan kesehatan masyarakat yang juga membina peran serta masyarakat dan memberikan pelayanan secara menyeluruh dan terpadu kepada masyarakat di wilayah kerjanya dalam bentuk kegiatan pokok (Anonim, 1991). Oleh karena itu puskesmas mempunyai wewenang dan tanggung jawab terhadap wilayah kerjanya. Wilayah kerja puskesmas meliputi satu kecamatan atau sebagian dari kecamatan. Faktor kepadatan penduduk, luas daerah geografis dan keadaan infrastruktur serta lainnya merupakan bahan pertimbangan dalam menentukan wilayah kerja puskesmas. Dalam wilayah kerjanya tidak hanya berfungsi sebagai pemberi pelayanan kesehatan namun sebagai penggerak Penyuluhan Kesehatan Masyarakat (PKM) guna meningkatkan kemampuan hidup sehat dan memberikan pelayanan kesehatan secara menyeluruh dan terpadu kepada masyarakat (Anonim, 2012).
Untuk meningkatkan mutu pelayanan di puskesmas sangat diperlukan kinerja Rekam Medis yang baik. Rekam Medis adalah berkas yang berisikan catatan dan dokumen tentang identitas pasien, pemeriksaan, pengobatan, tindakan dan pelayanan lain kepada pasien pada sarana pelayanan kesehatan sehingga menghasilkan informasi yang lengkap dan akurat untuk menunjang peningkatan kualitas dari pelayanan puskesmas (Anonim, 2012).





B.   Tugas dan Fungsi Puskesmas
Adapun tugas dan fungsi puskesmas sebagai berikut :
1)      Sebagai pusat pembangunan kesehatan masyarakat di wilayah kerjanya.
2)      Membina peran serta masyarakat di wilayah kerjanya dalam rangka meningkatkan kemampuan untuk hidup sehat.
3)      Memberikan pelayanan kesehatan secara menyeluruh dan terpadu kepada masyarakat di wilayah kerjanya (Assarah. Nia Ferliya Jama, 2012).

C.   Persyaratan Pendirian Puskesmas
Pembangunan baru puskesmas ditujukan untuk peningkatan jangkauan pelayanan kesehatan yang berkualitas kepada masyarakat.
Persyaratan pembangunan baru puskesmas adalah :
1.  Persyaratan Umum
a.  Kebutuhan akan adanya puskesmas, antara lain pada :
ü  Wilayah terpencil, tertinggal, perbatasan dan kepulauan.
ü  Kecamatan pemekaran yang tidak mempunyai puskesmas.
ü  Kepadatan penduduk tinggi, jumlah penduduk lebih dari 30.000 penduduk.
ü  Wilayah kerja sangat luas.
ü  Relokasi puskesmas yang disebabkan adanya bencana alam, jalur hijau, perubahan Rencana Tata Ruang / Wilayah, atau terjadinya masalah hukum pada lokasi fisik bangunan.
b.  Lokasi Puskesmas :
ü  Di area yang mudah terjangkau baik dari segi jarak maupun sarana transportasi, dari seluruh wilayah kerjanya.
ü  Pertimbangan lainnya yang ditetapkan oleh daerah.
c.  Persyaratan Puskesmas :
ü  Adanya telaahan kebutuhan Puskesmas.
ü  Ketersediaan tenaga kesehatan oleh Pemda.


    2.  Persyaratan Teknis
a.       Luas lahan dan bangunan
Jumlah sarana dan ruangan tergantung jenis pelayanan/kegiatan yang dilaksanakan guna memberikan pelayanan yang optimal.
b.      Denah tata-ruang
Rancangan tata ruang/bangunan agar memperhatikan fungsi sebagai sarana pelayanan kesehatan. Denah tata-ruang mengacu pada buku Pedoman Peralatan dan Tata Ruang Puskesmas, Ditjen Bina Kesmas tahun 2006.
c.       Peralatan kesehatan
Kebutuhan minimal peralatan kesehatan mengacu pada buku Pedoman Peralatan dan Tata Ruang Puskesmas, Ditjen Bina Kesmas tahun 2006 (Assarah. Nia Ferliya Jama, 2012).

D.   Pencabutan Izin Puskesmas
Izin penyelengaraan puskesmas dapat di cabut apabila puskesmas melakukan  :
1)      Penyelenggaraan puskesmas tidak memenuhi standar dan ketentuan yang ditetapkan.
2)      Terbukti melakukan tindakan penyelenggaraan terhadap peraturan perundang-undangan.
3)      Ada perintah pengadilan dalam rangka penyelengaraan hukum (Assarah. Nia Ferliya Jama, 2012).

E.   Pengelolaan Puskesmas
1.      Perencanaan
Perencanaan obat-obatan di Puskemas dimaksudkan agar persediaan obat sesuai/dapat memenuhi kebutuhan masyarakat sehingga tidak terjadi hal yang tidak diinginkan, seperti  kurangnya obat ataupun kelebihan obat menyebabkan obat akan menumpuk dan menjadi rusak atau kadaluarsa (Maulida. Awlia, 2012).

Ø   Perencanaan ini berdasarkan atas pertimbangan beberapa hal, yaitu :
     a.  Jumlah kunjungan pasien
     b.  Jumlah keperluan obat
     c.  Pola penyakit
     d.  Keadaan stok obat
Kegiatan ini dilakukan tiap akhir bulan, dimana nantinya akan dilakukan tutup buku selambat-lambatnya akhir bulan dengan menggunakan Laporan Pemakaian dan Lembar Pemesanan Obat (LPLPO) yang diisi oleh petugas gudang atau yang berwenang yang di dalamnya berisi laporan pemakaian obat disertai laporan jumlah penerimaan dan permintaan obat. Kemudian LPLPO ini segera di kirim ke gudang farmasi selambat-lambatnya setiap awal bulan (Maulida. Awlia, 2011).
Metode yang digunakan dalam melakukan perencanaan, yaitu :
a.       Metode konsumsi
Secara umum metode konsumsi menggunakan konsumsi obat individual dalam memproyeksikan kebutuhan yang akan datang berdasarkan analisa data konsumsi obat tahun sebelumnya.
b.      Metode morbiditas
Memperkirakan kebutuhan obat berdasarkan jumlah kehadiran pasien, kejadian penyakit yang umum, dan pola perawatan standar dari penyakit yang ada.
c.         Metode penyesuaian konsumsi
Metode ini menggunakan data pada insiden penyakit, konsumsi penggunaan obat. Sistem perencanaan pengadaan didapat dengan mengekstrapolasi nilai konsumsi dan penggunaan untuk mencapai target sistem suplai berdasarkan pada cakupan populasi atau tingkat pelayanan yang disediakan.
d.      Metode proyeksi tingkat pelayanan dari keperluan anggaran
Metode ini digunakan untuk menaksir keuangan keperluan pengadaan obat berdasarkan biaya per pasien yang diobati setiap macam-macam level dalam sistem kesehatan yang sama.
2.      Pengadaan
            Pada dasarnya untuk Pelayanan Pengobatan Puskesmas tidak mengadakan obat sendiri tetapi menerima obat-obatan dari Dinas Kesehatan sesuai dengan pengajuan dan penerimaan disesuaikan kesepakatan daerah. Pengadaan dilakukan untuk merealisasi kebutuhan yang telah direncanakan dan disetujui, melalui :
a.       Pembeliaan secara tender (oleh Panitia Barang Farmasi)
b.      Pembeliaan secara langsung dari pabrik / distributor / pedagang besar farmasi (PBF) /rekanan.
c.       Sumbangan / droping / hibah (Maulida. Awlia, 2011).

3.      Penggunaan
         Untuk pelayanan penderita umum maupun gigi digunakan obat-obat yang diterima  dari Dinas Kesehatan. Untuk memudahkan monitoring pelayanan obat dilakukan melalui satu  pintu (kamar obat) baik untuk penderita umum, gigi dan lain-lain. Pelayanan obat menggunakan resep  sesuai jenis obat  yang akan di ambil di kamar obat (sesuai Pedoman Pengelolaan obat di Puskesmas). Dalam hal obat yang diperlukan tidak tersedia atau habis maka dokter puskesmas  diperbolehkan  menulis resep untuk penderita namun didasarkan DOEN dan ditulis dengan nama generik. Resep ditulis rangkap dua, satu untuk  penderita guna pengambilan di Apotek dan satu lagi untuk arsip. Dalam resep harus ditulis secara jelas nama dokter dan fasilitas yang mengeluarkan resep obat-obatan bantuan luar negeri meskipun dalam bentuk non generik tetap dapat digunakan dalam pelayanan (Maulida. Awlia, 2011).

4.      Pencatatan dan Pelaporan
Semua pengunaan obat dicatat sesuai dengan pedoman pengelolaan obat. Pada akhir bulan, penggunaan obat baik jenisnya maupun jumlahnya dilaporkan ke Dinas Kesehatan tembusan ke Kandep. Laporan harus dilampiri daftar resep, nama obat, jumlah masing-masing obat serta nama dokter yang menulis resep keluar. Setiap 6 bulan sekali Kepala Kantor Departemen Kabupaten/Kotamadya melaporkan pengeluaran resep generik tersebut kepada Kepala Kantor Wilayah Departemen Kesehatan setempat dan selanjutnya Kepala Kantor Wilayah Departemen Kesehatan melaporkan  hal yang sama kepada Direktur Jenderal  Pembinaan Kesehatan Masyarakat Departemen Kesehatan RI setiap 6 bulan sekali. Tiap akhir bulan dokter selaku kepala puskesmas dan dokter gigi serta dokter lain yang ada harus melakukan telaah tentang resep yang keluar. Selanjutnya mengajukan permohonan dropping obat yang dibutuhkan tersebut sehingga tidak terjadi peresepan yang terlalu sering (Maulida. Awlia, 2011).

5.      Penyimpanan
Merupakan kegiatan pengaturan perbekalan farmasi menurut persyaratan yang telah ditetapkan yaitu dibedakan menurut bentuk sediaan dan jenisnya, suhunya, kestabilannya, mudah tidaknya meledak/terbakar, tahan atau tidaknya terhadap cahaya, disertai dengan sistem informasi yang selalu menjamin ketersediaan perbekalan farmasi sesuai kebutuhan.
Macam-macam sistem penataan obat :
a.       Sistem First In First Out (FIFO)
Yaitu obat yang datang kemudiaan diletakkan dibelakang obat yang terdahulu.
b.      Sistem Last In First Out (LIFO)
Yaitu obat yang datang kemudiaan diletakkan didepan obat yang datang terlebih dahulu.
c.       Sistem First Expired First Out (FEFO)
Yaitu obat yang mempunyai tanggal kadaluarsa lebih dahulu diletakkan didepan obat yang mempunyai tanggal kadaluarsa kemudiaan.
Semua sistem tersebut dimaksud untuk mencegah terjadinya penumpukan barang yang nantinya dapat mengakibatkan obat menjadi rusak atau kadaluarsa pada setiap pengambilan ditulis di kartu stok masing-masing disertai keterangan pengambilannya. Sistem ini bertujuan untuk mempermudah pengontrolan barang (Anief. Moch, 1994).

6.    Pengelolaan Administrasi
a.     Buku Penerimaan Barang.
Setiap obat yang baru datang dan masuk gudang puskesmas dicatat pada buku pemasukan barang, kemudian bagian farmasi membuat surat bukti barang masuk dari gudang farmasi (Assarah. Nia Ferliya Jama, 2012).
b.     Buku Pengeluaran Barang / Obat
Macam-macam pengeluaran obat dari gudang :
a)      Untuk Apotek.
b)      Untuk unit pelayanan kesehatan/pengobatan. Misalnya Poli Gigi, Umum, KIA.
c)      Untuk puskesmas pembantu (Pustu) puskesmas induk mengirim obat ke Pustu sesuai dengan permintaan Pustu. Setiap obat harus dicatat dalam buku pengeluaran barang/obat.
d)     Untuk program posyandu.
Tujuan pencatatan obat keluar :
1)      Menjaga ketersediaan obat di gudang.
2)      Memenuhi penggunaan obat setiap harinya.
3)      Memudahkan dalam membuat laporan penggunaan obat bulanan
4)      Sebagai patokan dalam menentukan jumlah dan jenis obat yang akan dipesan periode berikutnya kepada instalasi farmasi.
5)      Macam-macam buku pengeluaran obat
Buku harian penggunaan obat di puskesmas, pencatatan dilakukan setiap harinya dan termasuk kedalam perencanaan perbekalan Farmasi. Pencatatan bertujuan untuk mengetahui persediaan obat yang ada di gudang dan banyaknya obat yang digunakan setiap hari. Setelah pencatatan harian penggunaan obat, kemudian dipindahkan keregister obat-obatan (pencatatan penggunaan obat setiap bulan) dan Buku pencatatan penggunaan obat bulanan (Assarah. Nia Ferliya Jama, 2012).
d.      Buku Pemakaian Obat Narkotika dan Psikotropika
Pencatatan pemakaian obat Narkotika dan Psikotropika dilakukan setiap harinya apabila terdapat resep dengan obat narkotika atau psikotropika. Format pencatatannya sama, hanya saja di catat dalam buku yang berbeda (1 buku untuk pencatatan satu item obat) (Assarah. Nia Ferliya Jama, 2012).
e.       Kartu Stock
Adalah kartu yang digunakan untuk mencatat obat yang masuk dan keluar dari gudang. Dengan kartu ini kita dapat melihat beberapa jumlah obat yang masuk dan keluar serta sisa stok di gudang. Fungsi kartu stok antara lain :
1)      Untuk mencatat semua mutasi obat, setiap kartu hanya berisi catatan mutasi untuk satu obat.
2)      Data pada kartu stok digunakan untuk menyusun laporan penggunaan obat dengan format LPLPO.
3)      Sesuai dengan pembendaharaan negara, masa simpan kartu stok adalah 10 tahun. Oleh karena itu perlu disimpan dengan baik (Assarah. Nia Ferliya Jama, 2012).
f.       Buku Pencatatan Resep
Resep yang masuk ke apotek dipisahkan berdasarkan kelompoknya (ASKES, JAMKESMAS, KS dan kartu layanan kesehatan lainnya). Masing-masing dicatat dalam buku yang berbeda (Assarah. Nia Ferliya Jama, 2012).
g.      Keuangan di Puskesmas.
Manajemen Keuangan (Money) dilakukan oleh bendahara, secara struktural pengendaliannya ada di bawah TU, meliputi semua masalah keuangan Puskesmas. Manajemen Sarana dan Prasarana (Material), sekarang lebih dikenal dengan Obat dan Perbekalan (Assarah. Nia Ferliya Jama, 2012).
F.    Pelayanan Puskesmas
Pelayanan di puskesmas biasanya dilakukan setiap hari kerja yaitu senin – sabtu kecuali hari peringatan dan keupacaraan dan jam kerja 08.00 - 12.00 kecuali khusus hari jum’at 08.00 - 11.30 WITA. Pada Pelayanan dipuskesmas, pasien yang berobat digolongkan menjadi beberapa golongan :
1.      ASKES : Untuk masyarakat yang memiliki kartu ASKES, seperti : PNS. Obat yang ada berasal dari ASKES juga.
2.      KS : Untuk masyarakat yang memiliki Kartu Sehat / JAMKESMAS / JAMKESDA tidak dipungut biaya.
3.      GRATIS : Untuk semua masyarakat yang memiliki KTP / KK yang dikeluarkan, obat yang digunakan yang berasal dari bantuan Inpres dan Pemda tanpa dipungut biaya (Maulida. Awlia, 2011).
Adapun urutan pelayanan di Puskesmas adalah sebagai berikut :
1.      Pasien mendaftarkan diri ke loket (dengan pemenuhan persyaratan masing-masing golongan pasien).
2.      Pasien akan dipanggil.
3.      Pasien masuk ke dalam ruang periksa.
4.      Pasien akan diberi resep / rujukan ke rumah sakit.
5.      Resep diserahkan ke Apotek Puskesmas.
6.      Asisten apoteker menyerahkan obat ke pasien, obat dikemas, dilengkapi etiket. Pasien yang diberi obat narkotika dan psikotropika harus ditanyakan alamatnya dan dicatat dalam buku pengeluaran narkotika dan
8        Psikotropika, resep umum dicatat dalam pecatatan resep harian puskesmas (Maulida. Awlia, 2011).
Pelayanan yang ada di Puskesmas Meliputi :
1.      Pelayanan Resep
Di puskesmas resep dapat berasal dari Dokter Umum, Dokter Gigi, dan KIA (Kesehatan Ibu Dan Anak). Resep tersebut terdiri dari :
Ø  Resep Umum gratis / tidak bayar
Ø  Resep ASKES
Ø  Resep JAMKESMAS
Setiap resep yang masuk dicatat setiap hari dalam buku harian penerimaan resep. Pencatatan resep dibedakan berdasarkan sumber resep, yaitu poli umum, poli gigi, KIA serta berdasarkan jenis resep yaitu resep umum, ASKES dan JAMKESMAS (Maulida. Awlia, 2011).
Setelah dicatat, resep tersebut disusun berdasarkan tanggal dan tahun resep, kemudian disimpan dalam lemari tempat penyimpanan resep. Khusus resep Narkotika dan Psikotropika disimpan terpisah dari resep lainnya. Resep disimpan sekurang-kurangnya 3 tahun, kemudian dapat dimusnahkan dengan membuat berita acara pemusnahan resep yang harus disaksikan minimal 1 orang petugas Puskesmas atau AA. Tujuan pelayanan resep adalah agar pasien mendapat obat yang sesuai dengan resep dokter dan mendapatkan informasi bagaimana penggunaan obat tersebut (Maulida. Awlia, 2011).
2.      Promosi dan Edukasi
Promosi Kesehatan merupakan upaya memberikan pengalaman belajar atau menciptakan kondisi bagi perorangan, kelompok dan masyarakat dalam berbagai tatanan dengan membukan jalur komunikasi, menyediakan informasi, dan melakukan edukasi untuk meningkatkan pengetahuan sikap dan perilaku dengan melakukan advokasi, pembinaan suasana dan gerakan pemberdayaan masyarakat untuk mengenali, menjaga/memelihara, meningkatkan dan melindungi kesehatan (Suliha, 2002).
 
Edukasi adalah penambahan pengetahuan dan kemampuan seseorang melalui teknik praktek belajar atau instruksi, dengan tujuan untuk mengingat fakta atau kondisi nyata, dengan cara memberi dorongan terhadap pengarahan diri (self direction), aktif memberikan informasi-informasi atau ide baru. Edukasi merupakan serangkaian upaya yang ditujukan untuk mempengaruhi orang lain, mulai dari individu, kelompok, keluarga dan masyarakat agar terlaksananya perilaku hidup sehat (Suliha, 2002).

3.      Pelayanan Residensial
Menurut Kepmenkes No. 1027 / Menkes / SK / IX / 2004, pelayanan residensial (home care) adalah pelayanan apoteker sebagai care giver dalam pelayanan kefarmasian di rumah-rumah khususnya untuk kelompok lansia dan pasien dengan pengobatan terapi kronis lainnya. Apoteker sebagai care giver diharapkan juga dapat melakukan pelayanan kefarmasian yang bersifat kunjungan rumah, khususnya untuk kelompok lansia dan pasien dengan pengobatan penyakit kronis lainnya. Untuk aktifitas ini, apoteker harus membuat catatan berupa catatan pengobatan (medication record) (Daris. Azwar, 2010).

4.      Pelayanan obat tanpa resep Dokter
Obat-obat tanpa resep dokter biasanya hanya didapatkan diapotek dan rumah sakit dan toko obat lainnya, dipuskesmas sendiri tidak melayani pelayanan obat tidak tanpa resep, mereka mengeluarkan obat hanya pasien yang menggunakan resep (Maulida, Awlia. 2011).

5.      Pelayanan Narkotika dan Psikotropika
Di puskesmas narkotika dan psikotropika hanya dapat diserahkan menggunakan resep tidak diperbolehkan penyerahan tanpa resep dokter, penyerahan mempunyai beberapa ketentuan yaitu :
a.       Penyerahan narkotika dan psikotropika hanya dapat di lakukan oleh apotek, rumah sakit, puskesmas, balai pengobatan dan dokter
b.      Apotek hanya dapat menyerahkan narkotika kepada rumah sakit, puskesmas, apotek lainnya, balai pengobatan, dokter dan pasien.
Rumah sakit, apotek, puskesmas, dan balai pengobatan hanya dapat menyerahkan  narkotika kepada pasien berdasarkan resep dokter (Yasa, 2010).


Penyerahan narkotika oleh dokter hanya dapat di laksanakan dalam hal :
a.       Menjalankan praktek dokter dan di berikan melalui suntikan.
b.      Menolong orang sakit dalam keadaan darurat melalui suntikan.
c.       Menjalankan tugas di daerah terpencil yang tidak ada apotek.
a.       Narkotika dalam bentuk suntikan dalam jumlah tertentu yang di serahkan dokter hanya dapat di peroleh dari apotek.
Setiap di puskesmas biasanya hanya ada obat psikotropika sedangkan obat narkotika hanya puskesmas-puskesmas tertentu yang menyediakan obat-obat narkotika tersebut (Yasa, 2010).






















2.     Tinjauan Umum Apotek                 
A.   Pengertian Apotek
Menurut Peraturan Menteri No.1332 / Menkes / SK/X / 2002, yang menyatakan bahwa apotek adalah salah satu tempat tertentu, tempat dilakukannya pekerjaan kefarmasian dan penyaluran sediaan farmasi dan perbekalan farmasi kepada masyarakat (Daris. Azwar, 2002).
        Menurut PP No. 51 tahun 2009 pasal 1 ayat 13, Apotek adalah sarana pelayanan kefarmasian tempat dilakukan praktek kefarmasian oleh apoteker (Daris. Azwar, 2010).

B.   Peraturan Perundang-Undangan Apotek
Ketentuan-ketentuan umum yang berlaku tentang perapotekan sesuai Keputusan Menteri Kesehatan No.1332 / Menkes / SK / X / 2002 adalah sebagai berikut:
a.       Apoteker adalah sarjana Farmasi yang telah lulus dan telah mengucapkan sumpah jabatan apoteker, mereka yang berdasarkan  peraturan perundang-undangan yang berlaku dan berhak melakukan pekerjaan  kefarmasian di Indonesia sebagai Apoteker.
b.      Surat Izin Apotek (SIA) adalah Surat Izin yang diberikan oleh menteri kepada apoteker atau apoteker bekerja sama dengan Pemilik Sarana Apotek (PSA) untuk menyelenggarakan apotek disuatu tempat tertentu.
c.       Apoteker Pengelola Apotek (APA) adalah apoteker yang telah diberi Surat Izin apotek.
d.      Apoteker pendamping adalah apoteker yang bekerja di apotek disamping Apoteker Pengelola Apotek dan atau menggantikannya pada jam-jam tertentu pada hari buka apotek.
e.       Apoteker pengganti adalah apoteker yang menggantikan Apoteker Pengelola Apotek selama Apoteker Pengelola Apotek tersebut tidak berada ditempat lebih dari 3 bulan secara terus menerus, telah memiliki Surat Izin Kerja dan tidak bertindak sebagai Apoteker Pengelola Apotek lain.
f.       Asisten Apoteker adalah mereka yang berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku berhak melakukan pekerjaan kefarmasian sebagai Asisten Apoteker.
g.      Resep adalah Permintaan tertulis dari Dokter Umum, Dokter Gigi, dan Dokter    Hewan kepada Apoteker Pengelola Apotek (APA) untuk menyediakan dan menyerahkan obat bagi penderita sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku.
h.      Sedian farmasi adalah obat, bahan obat, obat asli Indonesia, alat kesehatan dan kosmetika. 
i.        Alat Kesehatan adalah Instrumen Aparatus, mesin, Implan yang tidak mengandung obat yang digunakan untuk mencegah, mendiagnosis, menyembuhkan, dan meringankan penyakit, merawat orang sakit serta pemulihan kesehatan manusia, dan atau membentuk struktur dan memperbaiki fungsi tubuh.
j.        Perbekalan Kesehatan adalah semua bahan dan peralatan yang diperlukan untuk menyelenggarakan semua peralatan yang dipergunakan untuk melaksanakan pengelolaan Apotek (Daris. Azwar, 2010).

Dalam melakukan pekerjaan kefarmasian di Apotek, Apoteker Pengelola Apotek dibantu oleh Asisten Apoteker yang telah memiliki Surat Izin Kerja. Keputusan Menteri Kesehatan No. 679 / MENKES / SK / V / 2003, tentang peraturan registrasi dan izin kerja Asisten Apoteker :
a.       Asisten Apoteker adalah tenaga kesehatan yang berijazah Sekolah Asisten Apoteker atau Sekolah Menengah Farmasi, Akademi Farmasi, dan Jurusan Farmasi Politeknik Kesehatan, Akademi Analisis Farmasi dan Makanan, Jurusan Analisis Farmasi Makanan Politeknik Kesehatan sesuai dengan peraturan perundang - undangan yang berlaku. 
b.      Surat Izin Asisten Apoteker adalah bukti tertulis atas kewenangan yang diberikan kepada pemegang Ijazah Sekolah Asisten Apoteker atau Sekolah Menengah Farmasi, Akademi Farmasi dan Jurusan Farmasi Politeknik Kesehatan, Akademi Analisis Farmasi dan Makanan, Jurusan Analisis Farmasi serta Makanan Politeknik Kesehatan untuk menjalankan Pekerjaan Kefarmasian sebagai Asisten. 
c.       Surat Izin Asisten Apoteker adalah bukti tertulis yang diberikan kepada pemegang Surat Izin Asisten Apoteker untuk melakukan pekerjaan kefarmasian disarana kefarmasian.
d.      Sarana Kefarmasian adalah tempat yang digunakan untuk melakukan  pekerjaan kefarmasian antara lain industri farmasi termasuk obat tradisional dan kosmetika, instalasi farmasi, Apotek, dan toko  obat (Daris. Azwar, 2002).

C.  Tugas dan Fungsi Apotek.
Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 1980 pasal 2, apotek sebagai sarana pelayanan kesehatan memiliki tugas dan fungsi sebagai berikut:
a.       Tempat pengabdian profesi seorang apoteker yang telah mengucapkan sumpah jabatan.
b.      Sarana farmasi yang melakukan peracikan, pengubahan bentuk, pencampuran dan penyerahan obat atau bahan.
c.       Sarana penyalur perbekalan farmasi yang harus menyebarkan obat yang diperlukan masyarakat secara meluas dan merata (Yasa, 2010).

Fungsi dari sebuah apotek adalah sebagai salah satu tempat tertentu untuk  dilakukannya pekerjaan kefarmasian sebagai penyalur sediaan farmasi dan perbekalan farmasi kepada masyarakat (Daris. Azwar, 2010).
a.  Pekerjaan kefarmasian
          Pekerjaan Kefarmasian adalah tenaga kesehatan yang melakukan pengendalian mutu sediaan farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan, pendistribusian atau penyaluranan obat, pengelolaan obat, pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan informasi obat, serta pengembangan obat, dan bahan obat (Daris. Azwar, 2010).


b. Tugas seorang Apoteker.
ü  Memimpin seluruh kegiatan apotek, baik kegiatan teknis maupun non teknis kefarmasian sesuai dengan ketentuan maupun perundangan berlaku.
ü  Mengatur, melaksanakan dan mengawasi administrasi.
ü  Mengusahakan agar apotek yang dipimpinnya dapat memberikan hasil yang optimal sesuai dengan rencana kerja dengan cara meningkatkan omset, mengadakan pembelian yang sah atau pengadaan obat di apotek.
ü  Meningkatkan pengembangan usaha apotek yang dijalankan (Yasa, 2010).

c. Tugas seorang asisten apoteker.
ü  Menerima, melayani, dan meneruskan pesanan obat untuk pasien sesuai dengan resep dokter atau apa yang dikehendaki oleh pembeli atau pasien itu sendiri.
ü  Memberi informasi tentang penggunaan obat secara tepat dan tentang khasiat  obat kepada pasien dengan jelas.
ü  Mengatur penyimpanan atau pemasukan obat dari PBF dan juga pengeluaran oleh bagian peracikan.
ü  Memberi harga pada resep yang baru masuk (asisten apoteker tertentu) (Yasa, 2010).

 D.           Persyaratan Izin Apotek
1.  Bangunan apotek
a.  Bangunan apotek sekurang-kurangnya memiliki ruangan untuk :
Ø  Penerimaan resep dan penyerahan obat.
Ø  Ruang racik.
Ø  Ruang administrasi dan ruang kerja apoteker.
Ø  Ruang tempat pencucian alat/wastafel.
Ø  WC



b.  Kelengkapan bangunan apotek terdiri atas :
Ø  Sumber Air : bisa berasal dari sumur/PAM/sumur pompa.
Ø  Penerangan : cukup menerangi ruangan apotek.
Ø  Ventilasi     : harus memenuhi persyaratan hygiene.
Ø  Sanitasi       : harus memenuhi persyaratan hygiene.
Ø  Alat pemadam kebakaran.

c. Papan Nama
Apotek harus punya papan nama apotek yang berukuran panjang minimal 60 cm dan lebar minimal 40 cm dengan tulisan hitam di atas dasar putih, tinggi huruf minimal 5 cm dan lebar minimal 5 cm (Yasa, 2010).

2.  Perlengkapan apotek
a.  Alat pembuatan, pengolahan dan peracikan
Terdiri dari mortir, timbangan, termometer, gelas ukur, erlenmayer, gelas piala, corong, cawan, dan lain-lain.
b.  Perlengkapan dan alat perbekalan farmasi
Terdiri dari lemari pendingin, rak obat, botol, pot salep, dll
c.  Wadah pengemas dan pembungkus
Terdiri dari etiket, wadah pengemas dan pembungkus penyerahan obat.
d.  Perlengkapan administrasi
Blanko pesanan obat, blanko kartu stok, blanko salinan resep, blanko faktur, blanko nota penjualan, buku pembelian, buku penerimaan, buku pengiriman, buku kas, buku penerimaan dan pengeluaran narkotika dan psikotropika, form laporan-laporan obat serta alat tulis kantor lainnya.
e.  Buku standar yang diwajibkan
Misal : Farmakope, Iso edisi terbaru kumpulan peraturan perundangan beberapa buku lain.
f.  Tempat penyimpanan narkotika (Yasa, 2010).


3. Tenaga Apotek
Tenaga apotek terdiri atas apoteker, asisten apoteker, bagian administrasi dan keuangan, pembantu umum/keamanan, juru racik dan tenaga lain yang akan diperlukan (Maulida. Awlia, 2011).

E.  Pendirian Apotek
Pendirian sebuah apotek wajib memiliki izin apotek yang diberikan oleh Menteri Kesehatan yang kewenangannya dilimpahkan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. Kepala Dinas Kabupaten/Kota wajib melaporkan pelaksanaan pemberian izin, pembekuan izin, pencairan izin dan pencabutan izin apotek sekali setahun kepada  Menteri kesehatan dengan tembusan kepada Kepala Dinas Kesehatan (Maulida. Awlia, 2011).

 Perubahan Surat Izin Apotek :
            Menurut Surat Keputusan Dirjen POM No. 02401/SK/X1990, perubahan Surat Izin Apotek (SIA) diperlukan apabila:
a.       Terjadi pengantian nama apotek
b.      Terjadi perubahan nama jalan dan nomor bangunan pada alamat apotek tanpa  perpindahan lokasi apotek.
c.       Surat Izin Apotek (SIA) rusak atau hilang.
d.      Terjadi penggantian Apoteker Pengelola Apotek (APA).
e.       Terjadi penggantian Pemilik Sarana Apotek (PSA).
f.       Surat Izin Kerja (SIK) APA dicabut dalam hal APA bukan sebagai PSA.
g.      Terjadi perpindahan lokasi apotek.
h.      Apoteker Pengelola Apotek meninggal dunia narkotika (Yasa, 2010).






F.    Pencabutan Izin Apotek
Pencabutan izin apotek dapat dilakukan apabila sesuai dengan hal-hal dibawah ini, yaitu:
a.       Apoteker sudah tidak lagi memenuhi ketentuan yang telah di tetapkan seperti ijazah yang terdaftar pada Departemen Kesehatan, melanggar sumpah atau janji sebagai apoteker, tidak lagi memenuhi persyaratan fisik dan mental dalam menjalankan tugasnya, bekerja sebagai penanggung jawab pada apotek atau industri farmasi lainnya.
b.      Apoteker tidak menyediakan, menyimpan dan menyerahkan perbekalan farmasi yang bermutu dan terjamin keabsahannya.
c.       Apoteker tidak menjalankan tugasnya dengan baik seperti dalam hal melayani resep, memberikan informasi yang berkaitan dengan penggunaan obat secara tepat, aman atau rasional.
d.      Apabila apoteker berhalangan melakukan tugasnya lebih dari 2 tahun berturut-turut.
e.       Apoteker melanggar perundang-undangan obat keras, psikotropika, narkotika  atau ketentuan lainnya.
f.       Apabila Surat Izin Apotek (SIA) dicabut, APA atau apoteker pengganti wajib mengamankan perbekalan farmasi sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku PSA terbukti terlibat dalam pelanggaran perundang-undangan dibidang obat.
g.      Apotek tidak lagi memenuhi persyaratan yang ditetapkan narkotika (Yasa. 2010).

 Berdasarkan Kepmenkes No. 1332 / Menkes / SK / X / 2002 pengganti Permenkes No. 992/Menkes/Per/X/1993, pelaksanaan pencabutan izin dilakukan dengan cara:
a.       Pemberian peringatan secara tertulis kepada Apoteker Pengelola Apotek sebanyak tiga kali berturut-turut dan tenggang waktu masing-masing dua bulan.
b.      Pembekuan Izin apotek dilakukan untuk jangka waktu selama-lamanya enam bulan sejak dikeluarkannya surat penetapan pembekuan kegiatan apotek.
Pembekuan izin apotek dapat dicairkan apabila apotek telah memenuhi segala persyaratan sesuai dengan peraturan dan ketentuanyang berlaku. Pencairan izin apotek dilakukan setelah menerima hasil laporan pemeriksaan dari Kepala Balai POM setempat, atau Tim Pemeriksaan Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota. Keputusan untuk pencabutan SIA oleh Kepala Dinas Kesehatan Propinsi setempat, serta Kepala Balai POM setempat (Yasa. 2010).

            Apabila Surat Izin Apotek (SIA) dicabut, APA atau apoteker pengganti wajib mengamankan perbekalan farmasi sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pengamanan dimaksud wajib mengikuti tata cara sebagai berikut:
a.       Dilakukan inventarisasi terhadap seluruh persediaan obat-obat narkotika, obat keras tertentu dan obat lainnya, serta seluruh resep yang ada di apotek.
b.      Obat-obat narkotika, psikotropika dan resep-resep harus dimasukan dalam satu tempat yang tertutup serta terkunci.
c.       APA wajib melaporkan secara tertulis kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, tentang penghentian kegiatan yang disertai laporan inventarisasi (Yasa. 2010).

G.  Pengelolaan Apotek
              Pengelolaan perbekalan Kesehatan di Bidang Farmasi Menurut Kepmenkes No. 1332 Tahun 2002 yang dimaksud dengan perbekalan farmasi adalah semua bahan dan peralatan yang diperlukan untuk menyelenggarakan upaya kesehatan. Apotek berkewajiban untuk menyediakan, menyimpan, dan menyerahkan sediaan farmasi yang bermutu baik dan keabsahannya terjamin. Sediaan farmasi yang karena suatu hal tidak dapat digunakan lagi atau dilarang digunakan, harus dimusnahkan dengan cara dibakar atau ditanam atau dengan cara lain yang ditetapkan oleh Menteri (Anonim, 2002).
              Perbekalan farmasi yang disalurkan oleh apotek meliputi obat, bahan obat, obat asli Indonesia (obat tradisional), bahan obat asli Indonesia, alat kesehatan dan kosmetika. Apotek harus menyediakan perbekalan kesehatan dibidang farmasi yang obat dan bahan obat yang didasarkan pada daftar obat esensial untuk puskesmas dan rumah sakit (Anonim, 2002).
              Dalam Permenkes No. 26 Tahun 1981 dinyatakan bahwa apotek berkewajiban untuk menyimpan dan menyalurkan perbekalan farmasi yang bermutu baik. Ini berarti bahwa perbekalan farmasi yang tersedia di apotek harus berasal dari pabrik farmasi, pedagang besar farmasi, apotek atau sarana distribusi resmi lainnya (Daris. Azwar, 2010).
              Penyimpanan obat-obat golongan narkotika dan psikotropika di apotek harus dalam golongan lemari khusus yang terpisah dari penyimpanan obat-obat golongan ini. Pengelolaan obat-obatan golongan narkotika dan psikotropika termasuk pengadaan penyimpanan, penyaluran, dan pemusnahannya memiliki peraturan perundang-undangan sendiri (Daris. Azwar, 2010).
                                                                      
Pengelolaan sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan meliputi :
1.      Perencanaan.
Untuk pengelolaan apotek ini harus jelas perencanaan dan langkah-langkah yang akan dilakukan. Pengelolaan ini bertujuan untuk mencapai penyediaan obat-obatan bagi pasien yang membutuhkan.
Perencanaan yang dimaksud dibuat untuk mengadakan persiapan obat yang akan datang sebelum persediaan obat yang ada habis atau kosong. Dimana persediaan yang dibuat berdasarkan pada resep yang sering ditulis oleh dokter maupun berdasarkan pola penyakit yang berkembang pada saat itu di lingkungan tersebut, agar kebutuhan masyarakat akan obat-obatan dapat terpenuhi secara maksimal. Jadi obat yang tersedia berdasarkan kebutuhan masyarakat (Maulida. Awlia, 2011).



Dalam melakukan perencanaan ada beberapa metode yang digunakan dalam melakukan perencanaan, yaitu :
a.         Metode konsumsi
Secara umum metode konsumsi menggunakan konsumsi obat individual dalam memproyeksikan kebutuhan yang akan datang berdasarkan analisa data konsumsi obat tahun sebelumnya.
b.        Metode morbiditas
Memperkirakan kebutuhan obat berdasarkan jumlah kehadiran pasien, kejadian penyakit yang umum, dan pola perawatan standar dari penyakit yang ada.
c.         Metode penyesuaian konsumsi
Metode ini menggunakan data pada insiden penyakit, konsumsi penggunaan obat. Sistem perencanaan pengadaan didapat dengan mengekstrapolasi nilai konsumsi dan penggunaan untuk mencapai target sistem suplai berdasarkan pada cakupan populasi atau tingkat pelayanan yang disediakan.
d.      Metode proyeksi tingkat pelayanan dari keperluan anggaran
Metode ini digunakan untuk menaksir keuangan keperluan pengadaan obat berdasarkan biaya per pasien yang diobati setiap macam-macam level dalam sistem kesehatan yang sama.
2.      Pengadaan
     Tujuan pengadaan obat yaitu untuk mengatur dan berusaha memenuhi obat-obatan mutu, jumlah, waktu dan tempat yang tepat serta mutu/kualitas yang baik secara ekonomis. Barang yang habis atau hampir dibuatkan BPBA (Bon Permintaan Barang Apotek) (Maulida. Awlia, 2011).
Pengadaan obat dibuat berdasarkan jumlah persediaan obat yang masih ada. Prosedur pengadaannya adalah sebagai berikut :
a.       Apotek akan membuatkan SP (Surat Pesanan) yang sesuai dengan BPBA kemudian dipesankan kepada PBF dan PBF akan mengirimkan pesanan barang yang dipesan.
b.      Penerimaan barang yang datang disertai faktur dan kemudian dimasukkan oleh bagian pemesanan apotek ke stok penerimaan barang.
Khusus untuk pemesanan obat-obatan golongan narkotika dan psikotropika, terlebih dahulu harus dibuat SP yang ditandatangani oleh APA, dan dibuat sebanyak 4 rangkap untuk narkotika (masing-masing ditujukan kepada Dinas Kesehatan Tingkat II, Balai Besar POM Kota, Gudang Farmasi dan arsip) sedangkan psikotropika 3 rangkap (masing-masing ditujukan kepada Gudang farmasi, Distributor / PBF, arsip),untuk 1 SP narkotika hanya bisa untuk memesan 1 jenis obat saja, sedangkan untuk psikotropika boleh lebih. Dan untuk pemesanan obat-obat narkotika harus disertai lampiran stok akhir dari obat tersebut. Barang yang kemudian datang dimasukan ke stok komputer, disusun di rak dan dicatat di kartu stok yang ada di tiap kotak obat (Maulida. Awlia, 2011).
Pengadaan dilakukan untuk merealisasi kebutuhan yang telah direncanakan dan disetujui, melalui :
a.    Pembeliaan secara tender (oleh Panitia Barang Farmasi)
b.    Pembeliaan secara langsung dari pabrik / distributor / pedagang besar farmasi (PBF) / rekanan.
c.    Sumbangan/droping/hibah.
3.      Penyimpanan dan Pengeluaran
Penyimpanan obat dimaksudkan untuk menghindari penggunaan obat secara tidak bertanggung jawab. Obat yang datang diperiksa apakah sudah sesuai dengan yang dipesan, baik jenis maupun jumlahnya kemudian obat tersebut dicatat nomor batch-nya dan ditulis pada kartu stock barang. Kartu stock juga memuat tanggal, nomor resep, jumlah obat yang masuk dan keluar, jumlah obat yang masih tersisa serta paraf karyawan apotek yang memasukan dan mengeluarkan obat. Obat yang datang disusun pada tempatnya masing-masing (Maulida. Awlia, 2011).
Penyimpanan obat disusun berdasarkan abjad dari nama obat tersebut. Untuk sediaan tablet, kapsul, salep, obat tetes, sirup, alat kesehatan, obat-obat psikotropika dan obat-obat generik diletakkan di raknya masing-masing. Untuk sediaan suppositoria, vaksin serta obat-obatan yang tidak tahan pada suhu kamar, disimpan dalam lemari dingin, sedangkan obat-obatan golongan narkotika disimpan dalam lemari khusus dan terkunci (Maulida. Awlia, 2011).
Untuk sistem pengeluaran obat dapat digunakan sistem
a.    Sistem First In First Out (FIFO)
     Yaitu obat yang datang kemudiaan diletakkan dibelakang obat yang lama diletakan didepan.
b.    Sistem Last In First Out (LIFO)
Yaitu obat yang datang kemudiaan diletakkan didepan obat yang datang terlebih dahulu.
c.    Sistem First Expired First Out (FEFO)
Yaitu obat yang mempunyai tanggal kadaluarsa lebih cepat diletakkan didepan obat yang mempunyai tanggal kadaluarsa kemudiaan.
Pengeluaran barang di apotek terdiri atas penjualan yang berasal dari  resep dokter, penjualan obat bebas, resep dari poliklinik dan rumah sakit (Maulida. Awlia, 2011).
4.      Administrasi
Pengelolaan apotek perlu ditunjang dengan kelengkapan administrasi untuk memperlancar jalannya kegiatan apotek. Dokumentasi administrasi juga berfungsi untuk mengetahui perkembangan apotek. Dalam administrasi di apotek penerapan sistem tergantung apotek itu sendiri apakah secara manual ataupun menggunakan sistem komputerisasi. Kebanyakan dari apotek-apotek secara banyak yang menggunakan sistem komputerisasi (Maulida. Awlia, 2011).
Kegiatan administrasi di apotek meliputi kesekretariatan, kepegawaian, keuangan, dan pergudangan. Kesekretariatan meliputi surat menyurat serta pembuatan atau pengiriman laporan, laporan yang dibuat berupa laporan internal (laporan bulanan keuangan, buku inventaris tahunan, laporan rugi laba, dan neraca akhir tahun) dan laporan eksternal (laporan penggunaan narkotika dan psikotropika, laporan statistik resep, dan berita acara pemusnahan perbekalan farmasi). Laporan bulanan apotek meliputi laporan penggunaan obat narkotika dan psikotropika, laporan statistik resep dan pelayanan OGB. Laporan-laporan bulan ini harus diserahkan kepada instansi terkait, seperti Kantor Dinas Kesehatan, Kesejahteraan Sosial Propinsi Dan Balai POM (Maulida. Awlia, 2011).
5.      Keuangan
Pengelolaan laporan harian keuangan diapotek biasanya dikelola secara administratif, dari laporan harian dibuat laporan bulanan dan kemudian laporan tahunan. Laporan tahunan digunakan untuk evaluasi keuangan apotek setiap akhir tahun dalam bentuk neraca rugi laba dan neraca tahunan. Evaluasi akhir tahun bertujuan untuk mengetahui kondisi keuangan di apotek (Maulida. Awlia, 2011).

H. Pelayanan di Apotek
1.    Pelayanan resep.
a.       Dalam resep harus memuat :
a)      Nama, alamat, telepon dokter, tempat tanggal penulisan dan simbol R/ ( Inscriptio).
b)      Nama bahan / obat dan kwantitas, bentuk sediaan yang diminta dan jumlahnya tersebut (Praescriptio)
c)      Petunjuk aturan pemakaian obat yang tertulis (Signatura).
d)     Tanda tangan atau paraf dokter penulis resep atau sesuai dengan perundang undangan yang berlaku, nama, umur dan serta alamat pasien (Subscriptio).
e)      Jenis hewan dan nama atau serta alamat pemiliknya untuk resep dokter hewan.
f)       Tanda seru atau paraf dokter untuk resep yang mengandung obat melebihi dosis maksimal (Anief. Moch, 1994).
Resep yang mengandung narkotika harus di tulis tersendiri yaitu tidak boleh ada iter (ulangan), di tulis nama pasien tidak boleh m.i (mihi ipsi) = untuk dipakai sendiri, alamat pasien dan aturan pakai harus jelas, tidak boleh di tulis sudah tahu pakainya (usus cognitus) (Anief. Moch, 1994).
Untuk penderita yang segera memerlukan obatnya, dokter menulis bagian kanan atas resep : Cito, Statim, Urgent, P.I.M ( periculum in mora) = berbahaya bila di tunda. Resep ini harus di layani terlebih dahulu (Anief. Moch, 1994).

b. Copy resep atau salinan resep
Copy resep ialah salinan tertulis dari suatu resep. Istilah lain dari copy resep  ialah  apograph , exemplum , atau afschrift. Salinan resep  selain memuat semua keterangan  yang termuat dalam resep asli wajib memuat :
1)   Nama dan alamat apotek.
2)   Nama dan nomor S.I.K apoteker pengelola apotek.
3)   Tanda tangan atau paraf apoteker pengelola apotek.
4)   Tanda det = detur untuk obat yang sudah di serahkan atau tanda nedet = ne detur untuk obat yang belum di serahkan.
5)   Nomor resep dan tanda pembuatan.
Dalam copy resep juga mencakup hal :
1)      Salinan resep  harus di tanda tangani apoteker. Apabila apoteker pengelola apotek berhalangan, penanda tanganan atau paraf pada salinan resep dapat di lakukan oleh apoteker pendamping atau apoteker pengganti dengan mencantumkan nama terang dan status yang bersangkutan.
2)      Resep harus di rahasiakan dan disimpan di apotek dengan baik selama waktu  3 tahun.
3)      Resep atau salinan resep hanya boleh di perlihatkan kepada dokter penulis  resep, petugas kesehatan atau petugas lain yang berwenang menurut  peraturan perundang-undangan yang berlaku.
4)      Apoteker pengelola apotek, apoteker pendamping atau pengganti di izinkan untuk menjual obat keras yang di sebut Daftar Obat Wajib Apotek tanpa resep yang telah di tetapkan oleh menteri kesehatan (Yasa, 2010).

c.   Pengelolaan Resep Yang Telah Di kerjakan
1)    Resep yang telah dibuat, disimpan menurut urutan tanggal dan nomor penerimaan /pembuatan resep.
b.      Resep yang mengandung narkotika harus di pisahkan dari resep lainnya, tandai garis merah di bawah nama obatnya.
c.       Resep yang telah di simpan melebihi tiga tahun dapat di musnahkan  dan cara pemusnahannya adalah dengan cara di bakar atau dengan cara lain yang memadai.
d.      Pemusnahan resep di lakukan  oleh apoteker pengelola bersama dengan  sekurang-kurangnya seorang petugas apotek.
e.       Pada pemusnahan resep harus dibuat dengan berita acara pemusnahan sesuai dengan bentuk yang telah di tentukan dalam rangkap empat dan di tandatangani oleh apoteker pengelola apotek dan seorang petugas  apotek yang ikut memusnahkan. Berita acara pemusnahan ini harus di berisikan hari dan tanggal pemusnahan, Tanggal yang terawal dan terakhir dari resep, Berat resep yang di musnahkan dalam kilogram   (Anief. Moch, 1994).

2.      Promosi Apotek.
Promosi apotek bermacam-macam sesuai bentuk dan cara pengelolaan apotek itu sendiri, biasanya apotek mempromosikan apoteknya dengan cara masang ke iklan-iklan informasi masyarakat sekitar. Promosi kebanyakan dilakukan saat apotek baru dibuka ataupun pada saat apotek mulai mengalami kemunduran dalam artian kurang mendapatkan pelanggan yang tidak cukup memenuhi kebutuhan pelanggan di apotek (tidak mencapai target pelanggan apotek) (Rizki. Aulia, 2008).

3.      Pelayanan Residensial.
Menurut Kepmenkes No. 1027/Menkes/SK/IX/2004, pelayanan residensial (home care) adalah pelayanan apoteker sebagai care giver dalam pelayanan kefarmasian di rumah-rumah khususnya untuk kelompok lansia dan pasien dengan pengobatan terapi kronis lainnya. Apoteker sebagai care giver diharapkan juga dapat melakukan pelayanan kefarmasian yang bersifat kunjungan rumah, khususnya untuk kelompok lansia dan pasien dengan pengobatan penyakit kronis lainnya. Untuk aktifitas ini, apoteker harus membuat catatan berupa catatan pengobatan (medication record) (Daris. Azwar, 2010).
 Pelayanan yang harus diberikan oleh apotek adalah sebagai berikut:
a.       Apotek wajib dibuka untuk melayani masyarakat.
b.      Apotek wajib melayani resep dokter, dokter gigi dan dokter hewan. Pelayanan resep sepenuhnya atas tanggung jawab apoteker pengelola apotek.
c.       Apoteker wajib melayani resep sesuai dengan tanggung jawab dan keahlian profesinya yang dilandasi pada kepentingan masyarakat. Apoteker tidak diizinkan untuk mengganti obat generik yang ditulis dalam resep dengan obat paten. Dalam hal pasien tidak mampu menembus obat tertulis didalam resep, apoteker wajib berkonsultasi dengan dokter untuk pemilihan obat yang lebih tepat.
d.      Apoteker wajib memberikan informasi yang berkaitan dengan penggunaan obat yang diserahkan kepada pasien dan penggunaan obat secara tepat, aman, rasional untuk masyarakat.
e.       Apabila apoteker menganggap bahwa dalam resep ada kekeliruan atau penulisan resep yang tidak tepat, apoteker harus memberitahukan kepada dokter penulis resep. Bila dokter penulis resep tetap pada pendiriannya dokter wajib membutuhkan tanda tangan yang lazim diatas resep atau dinyatakan tertulis.
f.       Salinan resep harus ditandatangani oleh apoteker.
g.      Resep harus dirahasiakan dan disimpan di apotek dengan baik dalam jangka waktu 3 tahun. Resep atau salinan resep hanya boleh diperlihatkan kepada dokter penulis resep atau yang merawat penderita, pencerita yang bersangkutan, petugas kesehatan atau petugas lain yang berwenang menurut peraturan perundang-undangan yang belaku (Putra. Raj Aryan Pratama, 2013).

4.      Pelayanan obat tanpa resep dokter.
Obat-obat di apotek yang dapat dibeli pasien atau konsumen tanpa resep yaitu hanya obat golongan obat bebas, bebas terbatas, obat wajib Apotek, dan barang-barang ALKES yang bebas dijual kepada pasien. Selain obat dan ALKES-ALKES tersebut pengelola apotek tidak diperbolehkan menjual kepada pasien atau konsumen (Maulida. Awlia, 2011).

5.      Pelayanan Narkotika dan Psikotropika
Narkotika dan psikotropika hanya dapat diserahkan menggunakan resep tidak diperbolehkan penyerahan tanpa resep dokter, penyerahan mempunyai beberapa ketentuan yaitu :
a.       Penyerahan narkotika dan psikotropika hanya dapat di lakukan oleh apotek, rumah sakit, puskesmas, balai pengobatan dan dokter
b.      Apotek hanya dapat menyerahkan narkotika kepada rumah sakit, puskesmas, apotek lainnya, balai pengobatan, dokter dan pasien.
c.       Rumah sakit, apotek, puskesmas, dan balai pengobatan hanya dapat menyerahkan  narkotika kepada pasien berdasarkan resep dokter.
Penyerahan narkotika oleh dokter hanya dapat di laksanakan dalam hal :
a.       Menjalankan praktek dokter dan di berikan melalui suntikan.
b.      Menolong orang sakit dalam keadaan darurat melalui suntikan.
c.       Menjalankan tugas di daerah terpencil yang tidak ada apotek.
d.      Narkotika dalam bentuk suntikan dalam jumlah tertentu yang di serahkan dokter hanya dapat di peroleh dari apotek (Yasa, 2010).

I.   Perpajakan Apotek
Sejak tahun 1984 pemerintah telah memberlakukan peraturan perundangan -undangan di bidang perpajakan  yang sangat berbeda dengan undang-undang perpajakan di zaman kolonial. Perbedaan terlihat dalam sistem dan mekanisme. Salah satunya, masyarakat diberi kepercayaan menghitung dan membayar sendiri pajak yang terhutang (Hartini dan Sulasmono, 2007).
Beberapa istilah yang menyangkut pajak :
1.      Wajib pajak adalah orang pribadi atau badan yang menurut ketentuan perundangan perpajakan ditentukan untuk melakukan kewajiban perpajakan atau pemotongan pajak tertentu
2.      Pengusaha kena pajak adalah pengusaha yang melakukan penyerahan barang dalam bentuk apapaun yang dalam kegiatan usaha atau pekerjaan menghasilkan barang, mengekspor barang, melakukan usaha perdagangan, memanfaatkan barang tidak berwujud, melakukan usaha jasa.
3.      Nomor pokok wajib pajak adalah nomor yang diberikan kepada pajak tanda pengenal diri atau identitas wajib pajak dalam melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya (Hartini dan Sulasmono, 2007).
Perpajakan merupakan masalah yang penting dalam menjalankan sebuah badan usaha apotek. Apabila tidak memenuhi kewajiban untuk membayar pajak tersebut maka apotek dapat dikenakan sanksi.  NPWP mutlak diperlukan dalam pendirian apotek sebagai tanda pengenal atau identitas apotek dalam membayar pajak.  Apabila izin tempat usaha di peroleh maka APA dapat memperoleh SIUP dan NPWP serta wajib membayar pajak dan melapor tiap bulannya ke kantor pajak (Hartini dan Sulasmono, 2007).
Berdasarkan kelompoknya pajak dibagi  menjadi 2 jenis.   
1.      Pajak langsung adalah pajak yang harus dipukul sendiri oleh wajib pajak yang bersangkutan, misalanya PBB, PPh.
2.      Pajak tak langsung adalah pajak yang dapat dilimpahkan kepada pihak lain misalnya PPn, materai (Hartini dan Sulasmono, 2007).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar